Coretan
tinta di atas kanvasku ini menggambarkan betapa besar cintaku padanya,
seseorang yang hanya mampu kujamah dalam mimpi dan anganku. Sebuah cinta yang tak
mampu kurealisasikan dalam kehidupan nyata, sepenggal cinta yang hanya mampu
menjadi cerita usang dalam sejarah hidupku yang singkat ini. Sebelumnya aku tak
pernah ingin mengenal cinta karena
bagiku cinta hanyalah lelucon orang-orang bodoh yang mampu membuat seseorang
tersenyum, dan bersedih dalam sekejap mata. Namun kini kusadar cinta itu ibarat
pelangi yang mampu memberikan warna dalam setiap waktu, mampu memberikan
kebahagiaan yang sulit di ungkapkan dengan kata-kata manusia, dan aku pun tahu
rasa kecewa yang muncul karena cinta hanyalah sebuah ujian dan konsekuensi
akibat mencinta.,
Akupun sudah mulai menjelajahi setiap sudut cinta
itu, berusaha mencari sosok-sosok cinta yang selama ini ada dalam mimpi dan
anganku, sosok manusia yang mampu menjadi sandaran dan tempat untukku berkeluh
kesah, hingga akhirnya bukan aku yang menemukannya bukan pula dia yang
menemukanku namun Sang Maha cintalah yang mempertemukan kami. Berawal dari
ketidak sengajaan sebuah pesan singkat yang sebenarnya biasa-biasa saja namun
ternyata menjadi awal dari sebuah mimpi indah yang tidak lagi menjadi sebuah
mimpi namun menjadi sebuah cerita panjang yang mampu melengkapi kisah hidupku.
Pesan pertama itu pun melahirkan
sebuah hubungan perkenalan namun setelah perkenalan singkat hingga rasa
penasaran akan sang pemilik pesan mulai muncul seketika hingga saling berkirim
pesan pun mulai terjadi, setiap hari komunikasi menjadi sebuah kewajiban, terus
menerus hingga Intensitasnyapun berubah. Setiap watuku tak pernah kubiarkan
sia-sia tanpa mengirim pesan ataupun mendengarkan suara itu via telepon. Hingga
kusadari benih-benih cinta untuknya makin kuat. Aku yakin aku mecintainya, aku
membutuhkanya, dan aku menginginkannya menjadi pengisi kekosongan hatiku.
Setiap jengkal langkahku penuh
dengan mimpi bersamanya. Namun saat ini kutak mampu mengatakan apapun hanya
menunggunya menyatakan cinta dan terus mengirimkan sinyal-sinyal cintaku. Hari
berganti hari, kulalui dengan tak sabar berharap ungapan cinta darinya segera
tercurah, namun rasa kecewa menghampiriku saat penantianku tak kunjung terjawab
hingga kuserahkan segalanya kepada-Nya sang maha cinta.
Satu bulanpun berlalu dan tetap kuisi
dengan penantian-penantian akan cintanya, sebenarnya ini adalah hal yang aneh
karena aku mencintainya tanpa pernah melihat sosoknya, tanpa pernah menatap
matanya, tanpa pernah menyentuhnya dengan jari tanganku. Aku mencintainya tanpa
tahu apa yang membuatku cinta. Hingga suatu hari sebuah pesan singkat darinya
datang, aku membukanya dengan perasaan aneh, tak seperti biasanya.
“ Bagaimana jika aku yang
mencintaimu “
Singkat namun sarat akan makna,
membuat pipiku merona jingga tak tau harus kujawab apa tanpa kukomando
jari-jariku mulai menari di atas keyboard handphoneku.
“ aku tidak percaya, aku tau kau
hanya bercanda, dan aku tidak akan membalas cintamu”
“ tapi jika aku serius ?”
“ maka aku akan menerimamu”
“ dasar plin-plan”
“ tidak aku tidak plin-plan”
“hmm, iya aku hanya bercanda”
“ bercanda apa?”
“bercanda mengatakan dirimu
plin-plan”
“oh., aku kira kau bercanda
mencintaiku”
“ yah, itu juga hanya bercanda”
Setelah membaca pesannya yang satu
ini, titik-titik embunpun mulai berjatuhan dipelupuk mataku, rasa kecewa mulai menjelajahi
hatiku, akhirnya kubalas pesannya dengan sebuah kalimat yang mengutarakan
kekecewaanku.
“
oh, hanya bercanda ? baiklah maafkan aku ! mungkin salahku mencintaimu yang tak
anggapku ada. Aku ingin kau anggapku tak pernah ada, dan jangan pernah
menghubungiku lagi”
Kutekan tombol send hingga pesan itu
terkirim padanya, rasanya sangat aneh, dia bahkan tak tahu aku mencintainya
namun kenapa aku berani mengatakan seperti itu ?”tanyaku dalam hati. Tangisku sudah
tak mampu kubendung lagi titik-titik air mataku mulai bercucuran ingin rasanya
kubunuh rasa cinta ini. Membunuh hati yang merasa mencintainya. Namun, tak lama
kemudian dia membalas pesan kekecwaan dariku dengan kalimat yang membuat
perasaanku tak menentu.
“ baiklah aku akan lakukan jika itu
maumu, tapi sebenarnya aku mencintaimu,
lebih baik besok kita bertemu.
Aku sangat ingin mengatakan isi hatiku tanpa sebuah perantara”
“ ok, aku sudah tak sabar ingin
menemuimu”
……………………….
Saat mentari mulai menampakkan
sinarnya, aku terbangun dari tidurku, semalam aku sangat berharap fajar segera
muncul dan pagi ini aku berharap segera bertemu denganya. Ingin rasanya segera
melihat sosok pria sangat kucintai ini.
Tibalah waktu yang sangat kunantikan
ini, bertemu dengannya, melihat senyumnya, menyentuhnya dengan jemari tanganku
dan semua yang selama ini hanya bisa kulakukan dalam mimpi dan khayalku. Aku
menunggu dengan hati yang tidak karuan, bolak balik kesana – kemari tanpa
tujuan dan seketika tubuhku meleleh saat dia datang dan menyebut namaku.
“dhee ?”
“ya, ini aku, kau ?”
“ya, ini aku, aku mencintaimu”
“sungguh?”
“ya aku bersungguh-sungguh”
Banyak hal yang ingin kami
bicarakan, namun karena waktu yang tidak tepat kami memutuskan melanjutkan
pembicaraan melalui telepon. Berselang beberapa menit kemudian diapun
meneleponku meminta jawaban dari ungkapan isi hatinya, dan aku pun menerimanya.
Bersedia menjadi pacarnya, bersedia mencintainya dalam situasi apapun, dan
benjanji pada diriku sendiri kan menjadi yang terbaik untuknya. Hari ini
menjadi catatan penting dalam hidupku pada tanggal 14 Februari 2012 aku
menemukan sebuah pena baru yang kuyakin akan mengukir kebahagiaan dalam
hidupku.
Pengorbanan
dan kesetiaan slalu ada mendampingi kisah kami. Dia sosok pria yang sangat
mengerti ingin hatiku, dia mampu membuatku merasa berharga dan istimewa,
melakukan apapun yang kuinginkan dan yang kuyakin dia selalu memberiku cinta
dalam setiap hembusan nafasnya.
Beberapa
bulan hubungan yang terasa indah ini tergantikan dengan uraian air mata.
Janjipun mulai kuingkari, aku berbohong padanya agar ia tak terluka namun
kebohonganku itu malah menyakitinya. Aku tak mampu saat kulihat ia meneteskan
air mata karenaku, aku tak mampu saat kutatap matanya yang penuh dengan
kesedihan, sungguh aku begitu mencintainya. Aku ingin melihatnya tersenyum seperti dulu lagi, aku ingin
membahagiakannya.
Hari
demi hari pun kami lalui dengan rasa sakit dan kecewa yang masing-masing kami
derita. Ia merasa sakit dan kecewa karena kebohonganku dan aku merasa sakit
karena sikap dan kasih sayangnya yang kini sudah mulai berubah. Dia lebih
dingin, seolah-olah aku hanya orang yang tanpa sengaja memegang kehormatan
sebagai pacarnya yang sbenarnya hanyalah patung baginya.
Kisah
kami yang dulu begitu indah telah berubah, bulan demi bulan kami lalui dengan
air mata. Kebohonganku padanya menjadi alasan rasa sakit itu. Aku bahkan pernah
beberapa kali memutuskan untuk menyerah dan menyudahi hubungan kami, namun dia
slalu mengatakan dia mencintaiku dan itu membuatku tak mampu berpisah dengannya
karena kenyataannyapun aku begitu mencintainya.
Dengan
kesabaran yang ekstra lagi hubungan kami terus berlanjut hingga mencapai tahun
pertama, beberapa hari menjelang hari valentine yang memang bertepatan dengan
hari satu tahun hubungan kami sesuatu yang menyakitkan terjadi lagi. Ia
memutuskan untuk berpisah denganku, dengan alasan sudah tak tahan dengan
sikapku yang setiap harinya hanya terus mengeluh dan mengeluh. Di satu sisi aku
tak mampu menerima karena kutahu hatiku begitu terluka, namun disisi lain aku
sadar dengan jauh darinya dia akan melupakan semua tentangku, dia pasti bisa
merasakan sebuah kebahagiaan yang tak pernah kuberikan untuknya hingga akhirnya
akupun menyetujuinya. Terbersit dalam
ingatanku akan seuntai kalimat yang pernah ia ucapkan.
“
Selama kau yang meminta untuk berpisah aku tidak akan pernah menyerah tuk
yakinkan cinta itu, namun ketika aku yang memutuskan mengakhiri semuanya itu
berarti aku memang sudah tak mampu untuk bersamamu”
Dan hari itu aku tahu kalau dia
memang sudah tak mampu, kusadari itu namun kutak inginkan itu. Awalnya aku
memang menerima keputusan itu namun aku rasa hatiku tak mampu, aku berusaha
memperbaiki hubungan itu kembali. Meminta maaf dan meyakinkannya akan cinta
kami, dan ternyata diapun setuju, dia tetap meminta maaf, berkata telah khilaf,
dan berkata mencintaiku. Hingga semuanya kembali seperti sebelumnya.
Dia tetap menjadi kekasihku, dia
tetap menjadi pria yang paling kucintai, dia tetap menjadi yang terbaik
untukku. Namun aku tak tau bagaimana aku untuknya. Hubungan kami kembali
terjalin, setia tetap menjadi prinsipku. Aku tetap bersabar dan bertahan
berharap dirinya yang dulu kembali kumiliki. Namun kenyataannya aku tak mampu
membohongi hatiku, aku tetap merasa kecewa, dan menderita. Aku tak tahu lagi
harus bagaimana, dalam hatiku selalu kuyakini kalau aku seorang wanita yang
kuat, aku mampu bertahan disisinya, aku
mampu mencintainya hingga akhir hayatku, hatiku mampu setegar karang bertahan
walau terhempas ombak berkali - kali. Aku juga tak mau menjadi seseorang yang
dengan mudahnya mengobral janji setia lalu dengan mudahnya pula mengambil
keputusan untuk berpisah.
Cintaku padanya memang sulit tuk ku
deskripsikan menjadi sebuah narasi yang indah. Karena cinta itu tak mampu tuk
dijelaskan oleh apapun dan siapapun kecuali diri-Nya. Cinta kami kini sudah tak
jelas kemana arahnya, walau kami tetap memegang komitmen tetap berpacaran namun
seiring waktu berjalan, semuanya mulai berubah, hubungan kami menjadi renggang,
komunikasipun tidak terjalin lagi, hingga aku kehilangan kontak dengannya.
Sekarang aku kembali pada mimpi dan khayalan tentangnya, tentang cinta, dan
cita-cita untuk tetap bersama, sembari menunggu takdir mempertemukan kami
kembali dalam mahligai cinta yang lebih indah bernama pernikahan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar