A.Pengertian Ejaan
Ejaan adalah penggambaran bunyi bahasa (kata, kalimat, dsb)
dengan kaidah tulisan (huruf) yang distandardisasikan dan mempunyai makna. Ejaan
biasanya memiliki tiga aspek yaitu
- aspek fonologis yang menyangkut penggambaran fonem dengan huruf dan penyusunan abjad
- aspek morfologis yang menyangkut penggambaran satuan-satuan morfemis
- aspek sintaksis yang menyangkut penanda ujaran berupa tanda baca
Ejaan juga dapat diartika sebagai kaidah tulis menulis baku yang
didasarkan pada penggambaran bunyi, dimana tidak hanya mengatur cara menulis
huruf, tetapi juga cara menulis kata dan cara menggunakan tanda baca. Adapun menurut KBBI (1993:250) ejaan
ialah kaidah-kaidah caramenggambarkan bunyi-bunyi (kata, kalimat, dan
sebagainya) dalam bentuktulisan (huruf-huruf) serta penggunaan tanda baca.
Dengan demikian,secara sederhana dapat dikatakan bahwa ejaan adalah seperangkat
kaidahtulis-menulis yang meliputi kaidah penulisan huruf, kata, dan tanda baca.
Adapunprinsip-prinsip penyusunan ejaan antara lain :
Prinsip Kecermatan
•
Sistem ejaan tidak boleh mengandung kontradiksi.
•
Bila suatu tanda sudah digunakan untuk melambangkan satu fonem, maka tanda
itu dipakai untuk fonem itu seterusnya.
Prinsip Kehematan
Diperlukan suatu standar yang mantap untuk menyusun suatu ejaan agar orang dapat menghemat tenaga dan pikirannya dalam berkomunikasi.
Diperlukan suatu standar yang mantap untuk menyusun suatu ejaan agar orang dapat menghemat tenaga dan pikirannya dalam berkomunikasi.
Prinsip
Keluwesan
• Sistem ejaan harus terbuka bagi perkembangan bahasa di
kemudian hari.
• Dengan adanya Ejaan Yang Disempurnakan (EYD), maka
ditetapkan penggunaan huruf f untuk kata aktif, sifat, fakultas, dll.
Prinsip Kepraktisan
Diusahakan untuk tidak menggunakan huruf-huruf baru yang
tidak lazim, agar tidak mengganti mesin tik atau peralatan tulis lainnya.
B. Sejarah Perkembangan Ejaan di Indonesia
Bahasa Indonesia yang
awalnya berakar dari bahasa Melayu sudah memiliki aksara sejak beratus tahun yang
lalu, yaitu aksara Arab Melayu. Di Nusantara ini, bukan saja aksara Arab Melayu
yang kita kenal. Kita juga mengenal aksara Jawa, aksara Sunda, aksara Bugis,
aksara Bali, aksara Lampung, aksara Kerinci, aksara Rejang, dan aksara Batak.
Aksara itu masing-masing memiliki nama, seperti aksara Kaganga dan aksara
Rencong (incung).
Van Ophuysen (1901)
|
Soewandi
(1947)
|
Pembaruan
(1957)
|
Melindo
(1959)
|
Ejaan Baru
(1966)
|
EYD
(1972)
|
J
|
J
|
y
|
y
|
y
|
y
|
dj
|
dj
|
j
|
j
|
j
|
J
|
nj
|
nj
|
ň
|
ƞ
|
ny
|
ny
|
sj
|
-
|
ś
|
š
|
sy
|
sy
|
tj
|
tj
|
-
|
c
|
c
|
c
|
ch
|
-
|
-
|
-
|
kh
|
kh
|
ng
|
ng
|
ƞ
|
ƞ
|
ng
|
ng
|
z
|
-
|
z
|
z
|
z
|
z
|
Ejaan
yang diresmikan
1.
Ejaan Van Ophuijsen
Aksara Arab Melayu
dipakai secara umum di daerah Melayu dan daerah-daerah yang telah
menggunakan bahasa Melayu. Akan tetapi, karena terjadi kontak budaya dengan
dunia Barat, sebagai akibat dari kedatangan orang Barat dalam menjajah di Tanah
Melayu itu, di sekolah-sekolah Melayu telah digunakan aksara latin secara tidak
terpimpin. Oeh sebab itu, pada tahun 1900, menurut C.A. Mees (1956:30), Van
Ophuijsen, seorang ahli bahasa dari Belanda mendapat perintah untuk merancang
suatu ejaan yang dapai dipakai dalam bahasa Melayu, terutama untuk kepentingan
pengajaran. Jika penyususnan ejaan itu tidak cepat-cepat dilakukan,
dikhawatirkan bahwa sekolah-sekolah tersebut akan menyusun dengan cara
yang tidak terpimpin sehingga akan muncul kekacauan dalam ejaan tersebut.
Dalam menyusun ejaan
tersebut, Van Ophuijsen dibantu oleh dua orang pakar bahasa dari Melayu, yaitu
Engkoe Nawawi Soetan Ma’moer dan Moehammad Thaib Soetan Ibrahim. Dengan
menggabungkan dasar-dasar ejaan Latin dan Ejaan Belanda, Van Ophuijsen dan
teman-teman berhasil membuat ejaan bahasa Melayu, yang ejaan tersebut lazim
disebut sebagai “Ejaan Van Ophuijsen”. Ejaan tersebut diresmikan pemakaiannya
pada tahun 1901. Ejaan van Ophuijsen dipakai selama 46 tahun, lebih lama dari
Ejaan Republik, dan baru diganti setelah dua tahun Indonesia merdeka.
Huruf-huruf yang mendukunng Ejaan Van Ophuijsen adalah sebagai berikut:
Bunyi vokal
|
A
|
ẻ
|
E
|
i
|
o
|
u
|
Bunyi diftong
|
ai
|
Au
|
Oi
|
oe
|
||
Bunyi konsonan
|
B
|
P
|
M
|
g
|
k
|
ng
|
D
|
T
|
N
|
dj
|
tj
|
nj
|
|
R
|
S
|
L
|
j
|
h
|
w
|
|
Bunyi hamzah
|
‘
|
|||||
Bunyi ain
|
‘
|
|||||
Bunyi trema
Bunyi asing
|
..
ch
|
Sj
|
Z
|
|
Dengan adanya ejaan
tersebut, kita akan mendapatkan penulisan kata dalam bahasa Melayu sebagai
berikut: ajam, elang, ekor, itik, orang, oelar, petai, kerbau, amboi, kapal,
galah, tjerah, djala, tikar, darah, pasar, hilah, rasa, lipat, warna, soedah,
habis, singa, njanji, mana, tida’, akal, mulai. Pemakaian angka dua menyakan
perulangan tidak dibenarkan. Pengulangan penyabutan sebuah kata harus dilakukan
dengan menulis secra lengkap kata tersebut.
Ejaan Van Ophuijsen
belum dikatakan berhasil karena ia dan teman-temannya mendapat kesulitan
memelayukan tulisan beberapa kata yang diambil dari bahasa Arab, yang mempunyai
warna bunyi bahasa yang khas. Oleh sebab itu, dia memilih bunyi ch, sj, z, f, secara tidak taat asas
karena sudah pula banyak bahasa Arab yang dimelayukan sehingga empat huruf itu
tidak terpakai dengan baik. Kemudian, muncul persoalan warna bunyi dari Arab
yang disebut hamza dan ain, yang dilambangkannya masing-masing
dengan tanda apostrof (‘). Kesukaran-kesukaran itu selalu diperbaiki dan
disempurnakan oleh Van Ophuijsen. Ejaan tersebut secara lengkap termuat dalam
buku yang berjudul Kitab Logat Melajoe. Pada
tahun 1926, sistem ejaan mendapat bentuk yang tetap.
2.
Ejaan Republik (Ejaan
Soewandi)
Beberapa tahun
sebelum Indonesia merdeka yakni pada masa pendudukan Jepang, pemerintah sudah
mulai memikirkan keadaan ejaan kita yang sangat tidak mampu mengikuti
perkembangan ejaan internasional. Oleh sebab itu, Pemerintah melalui Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan melakukan pengubahan ejaan untuk menyempurnakan ejaan
yang dirasakan sudah tidak sesuai lagi dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi. Oleh sebab itu, pada tahun 1947 muncullah sebuah ejaan yang baru
sebagai pengganti ejaan Van Ophuijsen. Ejaan tersebut diresmikan oleh Menteri
Pendidikan Pengajaran dan Kebudayaan Republik Indonesia, Dr. Soewandi, pada
tanggal 19 Maret 1947 yang disebut sebagai Ejaan Republik. Karena Menteri
Pendidikan Pengajaran dan Kebudayaan adalah Dr. Soewandi, ejaan yang diresmikan
itu disebut juga sebagai Ejaan Soewandi. Hal-hal yang menonjol dalam Ejaan
Soewandi atau Ejaan Republik itu adalah sebagai berikut :
Ø Huruf /oe/ diganti
dengan /u/, seperti dalam kata berikut
·
itoe menjadi itu
·
oemoer menjdi umur
·
goeroe menjdi guru
Ø Bunyi hamzah dan
bunyi sentak ditulis dengan /k/, seperti dalam kata berikut
·
tida’ menjadi tidak
·
Pa’ menjadi Pak
·
ma’lum menjadi maklum
·
ra’yat menjadi rakyat
Ø Angka dua boleh
dipakai untuk menyatakan pengulangan, seperti kata berikut
·
beramai-ramai menjadi be-ramai2
·
anak-anak menjadi anak2
·
berlari-larian menjadi ber-lari-2an
·
berjalan-jalan menjadi ber-jalan2
Ø Awalan di- dan kata depan di kedua-duanya ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya,
seperti berikut :
diluar (kata depan), dikebun
(kata depan), ditulis (awalan), diantara (kata depan), disimpan (awalan), dipimpin (awalan), dimuka
(kata depan), ditimpa (awalan), disini (kata depan).
Ø Tanda trema tidak
dipakai lagi sehingga tidak ada perbedaan antar suku kata diftong, seperti kata
berikut
·
Didjoempaϊ menjadi didjumpai
·
Dihargaϊ menjadi dihargai
·
Moelaϊ menjadi mulai
Ø Tanda aksen pada
huruf e tidak dipakai lagi, seperti pada kata berikut
·
ẻkor menjadi ekor
·
hẻran mejadi heran
·
mẻrah menjadi merah
·
berbẻda menjadi berbeda
Ø Di hadapan tj dan
dj, bunyi sengau ny dituliskan sebagai n untuk mengindahkan cara tulis
·
Menjtjuri menjdi mentjuri
·
Menjdjual menjadi mendjual
Ø Ketika memotong
kata-kata di ujung baris, awalan dan akhiran dianggap sebagai suku-suku kata
yang terpisah
·
be-rangkat menjadi ber-angkat
·
atu-ran menjadi atur-an
Ø Huruf-huruf q, x, dan y tidak diatur pemakainnya dalam ejaan. Huruf c hanya dipakai dalam hubungannya dengan huruf ch.
3.
Ejaan Yang Disempurnakan
Pada tanggal 16
Agustus 1972, Ptresiden Republik Indonesia (Bapak Soeharto) meresmikan
pemakaian Ejaan Bahasa Indonesia yang
Disempurnakan yang lazim disingkat dengan EYD. Peresmian ejaan tersebut
berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 57 Tahun 1972. Dengan dasar itu,
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan menyebarkan buku kecil yang berjudul Pedoman Ejaan Bahasa Indonesia yang
Disempurnakan yang memuat berbagai patokan pemakaian ejaan yang baru. Buku
yang beredar yang memuat kaidah-kaidah ejaan tersebut direvisi dan dilengkapi
oleh suatu badan yang berada di bawah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan,
yang diketuai oleh Prof. Dr. Amran Halim dengan dasar surat keputusan Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan tanggal 12 Oktober 1972, Nomor 156/P/1972. Hasil
kerja komisi tersebut adalah berupa sebuah buku yang berjudul Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang
Disempurnakan yang diberlakukan dengan surat keputusan Menteri Pendidikan
dan Kebudayaan Nomor 0196/1975. Bersama buku tersebut, lahir pula sebuah buku
yang berfungsi sebagai pendukung buku yang pertama, yaitu buku Pedoman Umum Pembentukan Istilah. Badan
itu bernama Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa yang sekarang bernama Pusat
Bahasa.
Beberapa hal yang
perlu dikemukakan sehubungan dengan Ejaan Bahasa Indonesia yang disempurnakan
itu adalah sebagai berikut :
Ø Huruf yang berubah fungsi adalah
sebagai berikut
a. /dj/ djalan
menjadi /j/ jalan
b. /j/ pajung menjadi
/y/ payung
c. /nj/ njanji
menjadi /ny/ nyanyi
d. /sj/ isjarat
menjadi /sy/ isyarat
e. /tj/ tjukup
menjadi /c/ cukup
f. /ch/ achir
menjdi /kh/ akhir
Ø Peresmian penggunaan huruh berikut
yang sebelumnya belum resmi adalah :
a. pemakaian huruf
/f/ dalam kata maaf, fakir
b. pemakaian huruf
/v/ dalam kata universitas, valuta
c. pemakaian huruf
/z/ dalam kata lezat, zeni
Ø Huruf yang hanya dipakai dalam ilmu
eksakta, adalah sebagai berikut
a.
pemakaian huruf /q/ dalam rumus a:b = p:q
b.
pemakaian huruf /x/ dalam istilah Sinar-X
Ø Penulisan di- sebagai awalan dan penulisan di sebagai kata depan dilakukan seperti berikut :
a. penulisan awalan di- diserangkaiakan dengan kata yang
mengikutinya, seperti dimakan, dijumpai
b. penulisan kata depan di dipisahkan dengan kata yang
emngikutinya, seperti di muka, di pojok,
di antara.
Dalam Ejaan Bahasa Indonesia yang
Disempurnakan itu terdapat pembicaraan yang lengkap, yaitu
1. pembicaraan tentang nama dan
penulisan huruf
2. pembicaraan tentang pemakaian
huruf
3. pembicaraan tentang penulisan
kata
4. pembicaraan tentang penulisan
unsur serapan
5. pembicaraan tentang pemakaian
tanda baca.
Dengan
lahirnya Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan itu kini kita dapat
merasakan bahwa ejaan bahasa kita sudah tidak perlu diubah lagi. Jika ada
hal-hal yang perlu dimasukkan ke dalam ejaan yang selama ini tidak diatur dalam
ejaan tersebut, cukup ejaan itu direvisi dalam edisi berikutnya.
Ejaan
yang tidak diresmikan
1. Ejaan Melindo
Pada akhir tahun
1950-an para penulis mulai pula merasakan kelemahan yang terdapat pada Ejaan
Republik itu. Ada kata-kata yang sangat mengganggu penulisan karena ada satu
bunyi bahas yang dilambangkan dengan dua huruf, seperti dj, tj, sj, ng, dan ch.
Para pakar bahasa menginginkan satu lamabang untuk satu bunyi. Gagasan tersebut
dibawa ke dalam pertemuan dua Negara, yaitu Indonensia dan Malaysia. Dari
pertemuan itu, pada akhir tahun 1959 Sidang Perutusan Indonensia dan Melayu
(Slametmulyana dan Syeh Nasir bin Ismail, masing-masing berperanan sebagi ketua
perutusan) menghasilkan konsep ejaan bersama yang kemudian dikenal dengan nama
Ejaan Melindo (Melayu-Indonesia).
Konsep bersama itu
memperlihatkan bahwa satu bunyi bahasa dilambangkan dengan satu huruf. Salah
satu lambing itu adalah huruf j sebagai pengganti dj, huruf c sebagai pengganti
huruf tj, huruf η sebagai pengganti ng, dan huruf ή sebagai pengganti nj.
Sebagai contoh :
· sejajar sebagai pengganti sedjadjar
· mencuci sebagai pengganti mentjutji
· meηaηa sebagai pengganti dari menganga
· berήaήi sebagai pengganti berjanji
Ejaan Melindo tidak
pernah diresmikan. Di samping terdapat beberapa kesukaran teknis untuk
menuliskan beberapa huruf, politik yang terjadi pada kedua negara antara
Indonesia-Malaysia tidak memungkinkan untuk meresmikan ejaan tersebut.
Perencanaan pertama yang dilakukan dalam ejaan Melindo, yaitu penyamaan lambang
ujaran antara kedua negara, tidak dapat diwujudkan. Perencanaan kedua, yaitu
pelambangan setiap bunyi ujaran untuk satu lambang, juga tidak dapat
dilaksanakan. Berbagai gagasan tersebut dapat dituangkan dalam Ejaan bahasa
Indonensia yang disempurnakan yang berlaku saat ini.
Daftar Pustaka